GOVERNANCE SYSTEM
Governance
System merupakan
suatu tata kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan yang terdiri dari 4
(empat) unsur yang tidak dapat terpisahkan, yaitu :
1. Commitment on Governance
Commitment
on Governance adalah
komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang
perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan
yang berlaku.
Dasar
peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
1.
o
Undang Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
o
Undang Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo Undang
Undang No. 10 Tahun 1998.
2.
Governance Structure
Governance
Structure adalah
struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai dengan
yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.
Dasar
peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
·
Peraturan Bank Indonesia No. 1/6/PBI/1999 tanggal 20-09-1999
tentang Penugasan Direktur Kepatuhan dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi
Audit Intern Bank.
·
Peraturan Bank Indonesia No. 2/27/PBI/2000 tanggal 15-12-2000
tentang Bank Umum.
·
Peraturan Bank Indonesia No. 5/25/PBI/2003 tanggal 10-11-2003
tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).
3.Governance
Mechanism
Governance
Mechanism adalah
pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank
dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
Dasar
peraturan yang berkaitan dengan hal ini (antara lain) adalah :
·
Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19-05-2003
tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
·
Peraturan Bank Indonesia No. 5/12/PBI/2003 tentang Kewajiban
Pemenuhan Modal Minimum bagi Bank.
·
Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 tanggal 12-04-2004
tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
·
Peraturan Bank Indonesia No. 6/25/PBI/2004 tanggal 22-10-2004 tentang
Rencana Bisnis Bank Umum.
·
Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo
PBI No. 8/2/PBI/2006 tanggal 30-01-2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank
Umum.
·
Peraturan Bank Indonesia No. 7/3/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo
PBI No. 8/13/PBI/2006 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
·
Peraturan Bank Indonesia No. 7/37/PBI/2004 tanggal 17-07-2003
tentang Posisi Devisa Netto Bank Umum.
4. Governance
Outcomes
Governance
Outcomes adalah
hasil dari pelaksanaan GCG baik dari aspek hasil kinerja maupun
cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut.
Dasar
peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
·
Peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tanggal 13-12-2001
tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank.
Governance
System
Sistem
pemerintahan adalah sistem yang dimiliki suatu negara dalam mengatur
pemerintahannya.
Sesuai
dengan kondisi negara masing-masing, sistem ini dibedakan menjadi:
Presidensial
Parlementer
Komunis
Demokrasi
liberal
liberal
kapital
Sistem
pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara
itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem
pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem
pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi
statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis,
absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum
minoritas untuk memprotes hal tersebut.
Secara
luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga
tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan,
menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem
pemerintahan yang kontinu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut
turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut.Hingga saat ini
hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara
menyeluruh.
Secara
sempit,Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda
pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan
mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri.
C.
PRINSIP-PRINSIP GCG
Terdapat
5 (lima) prinsip dasar GCG, yaitu:
1. Transparency (Keterbukaan
Informasi)
Transparansi
diartikan sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses pengambilan
keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai
perusahaan.
Dalam mewujudkan
transparansi itu sendiri, perusahaan harus menyediakan informasi yang lengkap,
akurat dan tepat waktu kepada para pemangku kepentingan (Stakeholder). Bank wajib menyampaikan
kepada Bank Indonesia selaku otoritas pengawas perbankan di Indonesia dan
mempublikasikan informasi keuangan serta informasi lainnya yang material dan
berdampak signifikan pada kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu.
Disamping itu, para investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan
secara mudah pada saat diperlukan.
Dengan keterbukaan
informasi tersebut maka para stakeholder dapat
menilai kinerja berikut mengetahui risiko yang mungkin terjadi dalam melakukan
transaksi dengan perusahaan. Adanya informasi kinerja perusahaan yang diungkap
secara akurat, tepat waktu, jelas, konsisten, dan dapat diperbandingkan, dapat
menghasilkan terjadinya efisiensi atau disiplin pasar. Selanjutnya, jika
prinsip transparansi dilaksanakan dengan baik dan tepat, akan dapat mencegah
terjadinya benturan kepentingan (conflict of
interest) berbagai pihak dalam perusahaan.
2.Accountability
(Akuntabilitas)
Akuntabilitas
adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ
perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
Masalah yang sering
ditemukan di perusahaan-perusahaan Indonesia adalah kurang efektifnya fungsi
pengawasan Dewan Komisaris. Atau bahkan sebaliknya, Komisaris mengambil
alih peran berikut wewenang yang seharusnya dijalankan Direksi. Oleh karena itu
diperlukan kejelasan mengenai tugas serta fungsi organ perusahaan agar tercipta
suatu mekanisme checks and
balances kewenangan dan peran dalam mengelola perusahaan.
Beberapa
bentuk implementasi lain dari prinsip akuntabilitas ini antara lain:
·
Praktek Audit Internal yang efektif, serta
·
Kejelasan fungsi, hak, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab
dalam anggaran dasar perusahaan, kebijakan, dan prosedur di bank.
3.Responsibility (Pertanggungjawaban)
Pertanggungjawaban
perusahaan adalah kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan
terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
Penerapan
prinsip ini diharapkan membuat perusahaan menyadari bahwa dalam kegiatan
operasionalnya seringkali ia menghasilkan eksternalitas (dampak luar kegiatan
perusahaan) negatif yang harus ditanggung oleh masyarakat. Di luar hal itu,
lewat prinsip responsibilitas ini juga diharapkan membantu peran pemerintah
dalam mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen
masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar.
Independency (Kemandirian)
Independensi
merupakan prinsip penting dalam penerapan GCG di Indonesia. Independensi atau
kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional
tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
Independensi
sangat penting dalam proses pengambilan keputusan. Hilangnya independensi dalam
proses pengambilan keputusan akan menghilangkan objektivitas dalam pengambilan
keputusan tersebut. Kejadian ini akan sangat fatal bila ternyata harus
mengorbankan kepentingan perusahaan yang seharusnya mendapat prioritas utama.
Untuk
meningkatkan independensi dalam pengambilan keputusan bisnis, perusahaan
hendaknya mengembangkan beberapa aturan, pedoman, dan praktek di tingkat
pengurus bank, terutama di tingkat Dewan Komisaris dan Direksi yang oleh
Undang-undang diberi amanat untuk mengurus perusahaan dengan sebaik-baiknya.
Fairness (Kesetaraan dan Kewajaran)
Secara sederhana
kesetaraan dan kewajaran (fairness) bisa
didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan
perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Fairness juga mencakup adanya kejelasan hak-hak stakeholder berdasarkan sistem hukum
dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor khususnya pemegang
saham minoritas dari berbagai bentuk kecurangan. Bentuk kecurangan ini bisa
berupa insider trading (transaksi
yang melibatkan informasi orang dalam), fraud (penipuan),
dilusi saham (nilai perusahaan berkurang), korupsi-kolusi-nepotisme (KKN), atau
keputusan-keputusan yang dapat merugikan seperti pembelian kembali saham yang
telah dikeluarkan, penerbitan saham baru, merger, akuisisi, atau
pengambil-alihan perusahaan lain.
BUDAYA
ETIKA
Corporate
culture(budaya perusahaan) merupakan konsep yang berkembang dari ilmu manajemen
serta psikologi industri dan organisasi. Bidang-bidang ilmu tersebut mencoba
lebih dalam mengupas penggunaan konsep-konsep budaya dalam ilmu manajemen dan
organisasi dengan tujuan meningkatkan kinerja organisasi, yang dalam hal ini,
adalah organisasi yang berbentuk perusahaan.
Djokosantoso
Moeljono mendefinisikan corporate culture sebagai suatu sistem nilai yang
diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta
dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan
dijadikan acuan berperilaku dalam organsisasi untuk mencapai tujuan perusahaan
yang telah ditetapkan.
Kalau
dikaji secara lebih mendalam, menurut Martin Hann, ada 10(sepuluh) parameter
budaya perusahaan yang baik :
1.
Pride of the organization
2.
Orientation towards (top) achievements
3.
Teamwork and communication
4.
Supervision and leadership
5.
Profit orientation and cost awareness
6.
Employee relationships
7.
Client and consumer relations
8.
Honesty and safety
9.
Education and development
10.
Innovation
MENGEMBANGKAN
STRUKTUR ETIKA
Semangat
untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia,
baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun
pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang
memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU
Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau
Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada
prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai
melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris,
dewan direksi dan tim manajemennya. Pembentukan beberapa perangkat struktural
perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi, komite
risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan
efektivitas "Board Governance". Dengan adanya kewajiban perusahaan
untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal
melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai
dengan tujuan organisasi. Sementara itu, sekretaris perusahaan merupakan
struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi berbagai tuntutan atau harapan
dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti investor agar supaya
pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif waktu
pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai. Meskipun belum
maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang dilakukan oleh
pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang
tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun "Board Governance"
yang baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan menjadi lebih
mudah dan cepat.
KODE
PERILAKU KORPORASI
Pengertian
Code of Conduct (Pedoman Perilaku) :
Pengelolaan
perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus
diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau
etika. Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis PT.
Perkebunan dalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari
dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya
yang berkepentingan. Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku perusahaan
dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku
perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam
mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis
nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan
atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan
pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct.
PT.
NINDYA KARYA (Persero) telah membentuk tim penerapan Good Corporate Governance
pada tanggal 5 Februari 2005, melalui Tahapan Kegiatan sebagai berikut :
Sosialisasi
dan Workshop. Kegiatan sosialisasi terutama untuk para pejabat telah
dilaksanakan dengan harapan bahwa seluruh karyawan PT NINDYA KARYA (Persero)
mengetahui & menyadari tentang adanya ketentuan yang mengatur kegiatan pada
level Manajemen keatas berdasarkan dokumen yang telah didistribusikan, baik di
Kantor Pusat, Divisi maupun ke seluruh Wilayah.
Melakukan
evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman.
Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan
telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.
Adapun
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance di PT NINDYA KARYA (Persero) adalah
sebagai berikut :
Pengambilan
Keputusan bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, tata kerja
korporat, kebijakan dan struktur organisasi.
Mendorong
untuk pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya secara efektif dan
efisien.
Mendorong
dan mendukung pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stake
holder lainnya.
Dalam
mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen
yang menunjang, yaitu sebagai berikut :
Code
of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam
interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
Code
of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama
yang harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
Board
Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas,
Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris
dengan Direksi serta panduan Operasional Best Practice.
Sistim
Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan
Implementasinya.
An
Auditing Committee Contract – arranges the Organization and Management of the
Auditing Committee along with its Scope
of Work.
Piagam
Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana Komite Audit serta
Ruang Lingkup Tugas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar